Peristiwa

Dugaan Pelanggaran Lingkungan di Jombang: Pabrik Pengecoran Logam Diduga Terobos Lahan Hijau

×

Dugaan Pelanggaran Lingkungan di Jombang: Pabrik Pengecoran Logam Diduga Terobos Lahan Hijau

Sebarkan artikel ini
Dugaan Pelanggaran Lingkungan di Jombang: Pabrik Pengecoran Logam Diduga Terobos Lahan Hijau
Dugaan Pelanggaran Lingkungan di Jombang: Pabrik Pengecoran Logam Diduga Terobos Lahan Hijau

IDPOST.CO.ID – Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, kembali menjadi sorotan publik akibat dugaan pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh pabrik pengecoran logam aluminium dan pengelolaan slag aluminium yang diduga milik PT Rizal Logam Jaya.

Pabrik ini diduga berdiri di atas lahan hijau yang seharusnya dilindungi, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius terkait dampak lingkungan yang sangat merugikan, khususnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan.

Limbah B3 tersebut berpotensi mencemari tanah dan air tanah di sekitar lokasi, yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan menimbulkan risiko kesehatan serius bagi masyarakat setempat, seperti gangguan pernapasan dan penyakit kulit.

Ancaman pencemaran ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup warga yang menggantungkan diri pada pertanian di kawasan tersebut.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang, Miftahul Ulum, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan monitoring lapangan untuk memastikan kebenaran keberadaan pabrik tersebut dan dampak yang ditimbulkan.

Namun, kehadiran pabrik ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai proses perizinan yang terkesan tidak transparan dan penuh kejanggalan.

Masyarakat setempat mempertanyakan bagaimana sebuah pabrik dengan potensi limbah B3 yang sangat berbahaya dapat memperoleh izin berdiri di atas lahan hijau yang selama ini menjadi kawasan persawahan produktif dan sumber penghidupan warga.

Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada kelalaian atau bahkan pelanggaran dalam proses pemberian izin yang harusnya mengedepankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan lingkungan.

Rizal, seorang warga Jombang, mengungkapkan bahwa meskipun ada klaim bahwa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sudah diterbitkan, hal ini menimbulkan kontradiksi nyata dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jombang 2021-2041 yang jelas mengatur zona hijau sebagai kawasan pertanian dan ruang terbuka hijau.

“Jika benar KKPR sudah terbit, berarti ada perubahan zona yang merugikan fungsi lahan hijau dan pertanian. Ini sangat bertentangan dengan kebijakan nasional yang menekankan swasembada pangan. Sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 5 Tahun 2023, lahan sawah harus dipertahankan untuk produksi pangan, bukan dialihfungsikan menjadi kawasan industri,” ujarnya.

Alih fungsi lahan hijau ini tidak hanya melanggar aturan tata ruang, tetapi juga mengancam program nasional swasembada pangan yang sangat bergantung pada keberadaan lahan pertanian produktif.

Dugaan pelanggaran ini tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik sosial yang tajam antara masyarakat yang menggantungkan hidup pada pertanian dan perusahaan yang mengabaikan kepentingan publik. Ketegangan ini berpotensi memicu demonstrasi dan perlawanan warga yang merasa dirugikan secara ekonomi dan lingkungan.

Selain itu, alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan industri diperkirakan dapat menyebabkan kerugian ekonomi sektor pertanian lokal hingga Rp 15 miliar per tahun akibat menurunnya produksi padi dan jagung, yang selama ini menjadi sumber utama pendapatan petani di Desa Jombok.

Limbah B3 yang dihasilkan pabrik dapat mencemari tanah dan air, mengancam kesehatan masyarakat dan produktivitas lahan pertanian di sekitarnya.

Negara yang tengah berupaya mencapai swasembada pangan justru menghadapi ancaman serius dari praktik industri yang tidak bertanggung jawab ini, yang berpotensi menggagalkan target ketahanan pangan nasional.

Penegakan hukum menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa pelanggaran tata ruang dan pengelolaan limbah B3 tidak dibiarkan berlarut-larut.

Pemerintah daerah dan aparat terkait harus bertindak tegas dengan melakukan investigasi menyeluruh dan memberikan sanksi hukum yang setimpal kepada pihak-pihak yang melanggar.

Proses perizinan yang selama ini terkesan tertutup dan penuh kecurigaan harus segera diperbaiki agar tidak menimbulkan keraguan dan kecurigaan di masyarakat, serta mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan.