PN Tulungagung Jadwalkan Sidang Perdana Gugatan Lingkungan UD K-Cunk Motor 16 September

IDPOST.ID – Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung secara resmi telah menetapkan jadwal persidangan untuk perkara gugatan lingkungan hidup yang diajukan warga, Hariyanto, terhadap empat pihak termohon. Sidang perdana perkara bernomor 86/Pdt.Sus-LH/2025/PN Tlg ini diagendakan digelar pada Selasa, 16 September 2025.

Berdasarkan informasi dari sistem elektronik pengadilan yang diakses, Jumat (6/9/2025), persidangan akan dilaksanakan di Ruangan Cakra PN Tulungagung. Sidang diprogramkan dimulai pukul 10.00 WIB dan diperkirakan berlangsung hingga selesai.

Agenda utama pada sidang pertama ini adalah pembacaan surat gugatan oleh penggugat dan respons awal dari para termohon.

Seluruh pihak yang bersangkutan telah dipanggil secara resmi untuk menghadiri persidangan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Perkara yang masuk dalam kategori Gugatan Permohonan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (Sus-LH) ini menjadikan Hariyanto sebagai penggugat.

Sementara yang digugat terdiri dari empat pihak: Suryono Hadi Pranoto (termohon I), UD. K-Cunk Motor (termohon II), Kepala Desa Nglampir (termohon III), dan Kepala Desa Keboireng (termohon IV).

Meskipun substansi gugatan belum sepenuhnya terungkap, posisi dua kepala desa sebagai termohon mengindikasikan adanya dugaan keterkaitan kebijakan atau perizinan di tingkat desa dengan persoalan lingkungan yang digugat.

Masyarakat dan pegiat lingkungan setempat menyambut baik digelarnya persidangan ini. Mereka berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan memberikan keadilan bagi semua pihak, khususnya dalam upaya perlindungan lingkungan hidup.

“Kami akan memantau perkembangan persidangan ini secara berkala. Ini merupakan ujian penting bagi penegakan hukum lingkungan di Tulungagung,” kata perwakilan Lembaga Bantuan Hukum setempat.

SH Terate Laporkan Dugaan Maladministrasi Pembatalan Badan Hukum ke Ombudsman

IDPOST.ID – Pembatalan badan hukum Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) atau SH Terate oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada 1 Juli lalu telah memicu serangkaian langkah hukum yang tegas dari organisasi tersebut.

Tidak terima dengan keputusan yang dianggap sewenang-wenang dan tanpa klarifikasi, SH Terate melalui Lembaga Hukum dan Advokasi (LHA) Pusat, yang dipimpin oleh Kang Mas Mariano, kini tengah berjuang di ranah hukum untuk memulihkan status badan hukum.

Kang Mas Mariano menjelaskan bahwa strategi hukum SH Terate didasarkan pada Undang-Undang Administrasi Nomor 30 Tahun 2014. Langkah awal yang krusial adalah pengajuan keberatan administratif.

“Bila mana ada persoalan yang dilakukan oleh pejabat negara yang diduga kesewenang-wenangan, maka kita mengajukan keberatan sesuai dengan Pasal 75 Undang-Undang 30 Tahun 2014,” terang Kang Mas Mariano.

Surat keberatan ini telah dibuat pada tanggal 16 Juli dan langsung dikirimkan ke sekretariat Kemenkumham pada tanggal 21 Juli.

Pemilihan tanggal ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk memenuhi ketentuan Pasal 77 ayat 1 UU Administrasi yang menyatakan bahwa keberatan tidak boleh lebih dari 21 hari sejak keputusan diterima.

Lebih lanjut, SH Terate juga tidak hanya berhenti pada keberatan administratif. Mereka juga telah melaporkan dugaan maladministrasi kepada Ombudsman Republik Indonesia.

Surat laporan ini juga dikirimkan pada tanggal 21 Juli, bersamaan dengan surat keberatan kepada Kemenkumham. Langkah ini menunjukkan upaya komprehensif SH Terate untuk mencari keadilan melalui berbagai jalur hukum yang tersedia.

Salah satu poin penting dalam strategi SH Terate adalah penundaan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Meskipun UU PTUN Pasal 55 memberikan batas waktu 90 hari untuk mengajukan gugatan (yang berarti sekitar 30 September dari tanggal 1 Juli), SH Terate memilih untuk menunda.

“Kenapa gugatan itu kita tunda tadi? Karena ada beberapa alasan administrasi di sini,” jelas Kang Mas Mariano.

Alasan utamanya adalah keharusan untuk mengajukan keberatan terlebih dahulu. Jika keberatan ditolak, barulah ada banding.

Namun, jika Kemenkumham mendiamkan keberatan tersebut dalam waktu 10 hari, sesuai Pasal 77 ayat 4 UU Administrasi, maka keberatan dianggap dikabulkan. Ini yang disebut sebagai “fiktif positif” dalam gugatan.

“Jadi poin kita adalah badan hukum kita itu dalam persoalan sedang dikabulkan,” tegas Kang Mas Mariano.

Dengan demikian, SH Terate berencana untuk mengajukan gugatan fiktif positif di pertengahan September, dengan harapan bahwa diamnya Kemenkumham akan menjadi dasar hukum yang kuat.

Selain itu, laporan ke Ombudsman juga telah diterima dan mulai diperiksa sejak 26 Agustus, yang diharapkan akan memberikan rekomendasi kuat mengenai adanya maladministrasi oleh Kemenkumham.

Strategi ini dirancang untuk memastikan bahwa gugatan yang diajukan SH Terate memiliki dua poin positif yang kuat: pertama, adanya fiktif positif dari Kemenkumham yang mendiamkan keberatan, dan kedua, adanya kekuatan dari Ombudsman yang menyatakan terjadinya maladministrasi.

“Ini yang nantikan rencana akan kita lakukan gugatan ke depan,” pungkas Kang Mas Mariano, menunjukkan keyakinan SH Terate dalam menghadapi pertarungan hukum ini demi memulihkan status badan hukum mereka.

Pembatalan Badan Hukum SH Terate Picu Tanda Tanya Besar, Kemenkumham Dinilai Tak Transparan

IDPOST.ID Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) atau SH Terate saat ini tengah menghadapi ujian berat menyusul pembatalan badan hukum mereka oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia.

Keputusan yang dikeluarkan pada tanggal 1 Juli lalu ini menjadi titik tolak dinamika internal yang signifikan bagi organisasi yang telah berdiri kokoh dengan ribuan anggota dan ratusan cabang di seluruh Indonesia, bahkan di luar negeri.

Kang Mas Mariano, Ketua Lembaga Hukum dan Advokasi SH Terate Pusat, menjelaskan bahwa pembatalan badan hukum ini diketahui secara tidak langsung, bukan melalui surat resmi yang ditujukan kepada pimpinan SH Terate.

Informasi mengenai pembatalan tersebut justru didapatkan dari kantor notaris pada tanggal 8 Juli, seminggu setelah tanggal efektif pembatalan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengurus dan anggota SH Terate mengenai transparansi dan prosedur yang diterapkan oleh Kemenkumham.

Menurut Kang Mas Mariano, pembatalan ini diduga kuat sebagai tindakan kesewenang-wenangan administrasi.

“Lucunya, kita itu tahu badan hukum itu dibatalkan bukan ada surat atau ada informasi langsung kepada Pak Dipokan atau yang sekarang di Jalan Merak nomor 10 maupun nomor 17. Tapi kita dapat dari kantor notaris tanggal 8 baru kita dapatkan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa dalam klarifikasi yang dilakukan, tidak ada alasan yang jelas mengapa pembatalan tersebut dilakukan, selain adanya surat pengajuan dari pihak yang mengatasnamakan diri dan berhasil menurunkan status badan hukum SH Terate.

Situasi ini menjadi ironis mengingat sejarah panjang dan perkembangan pesat SH Terate di bawah kepemimpinan Kang Mas Murjoko.

Dalam kurun waktu tujuh tahun, organisasi ini berhasil mengesahkan hampir 600 ribu warga baru dan membangun 374 cabang di seluruh Indonesia serta 34 komisariat di luar negeri.

Angka-angka ini menunjukkan skala dan dampak sosial yang luas dari SH Terate, menjadikan keputusan pembatalan badan hukum ini terasa sangat memberatkan dan tidak proporsional.

Menanggapi pembatalan ini, SH Terate tidak tinggal diam. Mereka telah mengambil langkah-langkah hukum sesuai dengan Undang-Undang Administrasi Nomor 30 Tahun 2014.

Langkah pertama yang diambil adalah mengajukan keberatan resmi kepada Kemenkumham pada tanggal 16 Juli.

Surat keberatan ini dikirimkan langsung kepada sekretariat menteri hukum pada tanggal 21 Juli, dengan mempertimbangkan batas waktu 21 hari yang diatur dalam Pasal 77 ayat 1 undang-undang tersebut.

Selain itu, SH Terate juga melaporkan dugaan maladministrasi kepada Ombudsman Republik Indonesia.

Surat laporan kepada Ombudsman juga dikirimkan pada tanggal 21 Juli, bersamaan dengan pengiriman surat keberatan kepada Kemenkumham.

Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan SH Terate dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan mencari keadilan atas apa yang mereka anggap sebagai tindakan yang tidak sesuai prosedur dan merugikan organisasi.

Kasus pembatalan badan hukum ini tidak hanya menjadi persoalan administratif semata, tetapi juga mencerminkan tantangan yang lebih besar bagi organisasi kemasyarakatan di Indonesia dalam menghadapi birokrasi dan potensi penyalahgunaan wewenang.

SH Terate berharap, melalui jalur hukum yang ditempuh, kebenaran akan terungkap dan status badan hukum mereka dapat dipulihkan, demi keberlangsungan dan perkembangan organisasi di masa mendatang.

Ancaman Denda Rp 100 Miliar Mengintai Pelaku Tambang Ilegal di Tulungagung

IDPOST.ID – Pelaku tambang ilegal di Tulungagung tidak hanya menghadapi ancaman pidana penjara, tetapi juga denda yang sangat besar mencapai Rp 100 miliar.

Ancaman sanksi maksimal ini diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang No 2 Tahun 2025 tentang perubahan atas UU Minerba, yang secara khusus menjerat setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin.

“Ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,” jelas cuplikan gugatan LGI yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Tulungagung.

Besarnya denda ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas praktik tambang ilegal yang selama ini banyak merusak lingkungan dan merugikan negara.

Pemberlakuan sanksi denda yang sangat besar dimaksudkan sebagai efek jera bagi pelaku dan calon pelaku tambang ilegal.

Prof. Dr. Hadi Setiawan, SH., MH., pakar hukum pidana dari Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa besaran denda tersebut memang disesuaikan dengan tingkat kerugian yang ditimbulkan.

“Tambang ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menyebabkan kerugian ekonomi negara yang sangat besar dari sisi penerimaan pajak dan royalti,” ujarnya.

Selain denda Rp 100 miliar untuk pelaku tambang, UU tersebut juga mengancam penampung hasil tambang ilegal dengan sanksi yang tidak kalah berat: pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 10 miliar. Ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya menyasar penambang langsung, tetapi juga seluruh rantai pasok yang terlibat.

Penerapan sanksi maksimal ini diharapkan dapat memutus mata rantai ekonomi behind tambang ilegal yang selama ini sulit diberantas. Dengan menargetkan bukan hanya penambang tetapi juga penampung dan pengguna material ilegal, diharapkan praktik tambang ilegal kehilangan pasar dan tidak lagi menguntungkan.

Masyarakat hukum setempat menyambut baik ancaman sanksi yang berat ini. Mereka berharap penerapannya dapat dilakukan secara konsisten dan tanpa tebang pilih, sehingga mampu menciptakan efek jera yang nyata dan melindungi lingkungan dari kerusakan yang lebih parah.

Dua Kepala Desa di Tulungagung Digugat Atas Pembiaran Tambang Ilegal

IDPOST.ID – Dua kepala desa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, harus berhadapan dengan gugatan hukum atas tuduhan melakukan pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal yang terjadi di wilayah administrasinya.

Kedua pejabat tersebut adalah Kepala Desa Nglampir (Kecamatan Bandung) dan Kepala Desa Keboireng (Kecamatan Besuki).

Dalam gugatan yang dilayangkan Lush Green Indonesia (LGI), kedua kepala desa dinilai lalai dalam menjalankan kewajiban untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat eksploitasi galian C tanpa izin.

Mereka diduga tidak mengambil tindakan tegas meskipun aktivitas tambang ilegal tersebut telah berlangsung cukup lama dan menimbulkan dampak kerusakan yang signifikan.

“Untuk 2 (dua) kades Nglampir Kecamatan Bandung dan Keboireng Kecamatan Besuki dinilai melakukan pembiaran sehingga terjadi perusakan lingkungan dan terjadi kegiatan tambang ilegal,” tegas Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M., penasihat hukum LGI dalam keterangan persnya.

Gugatan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab moral dan hukum pemimpin lokal dalam melindungi lingkungan dan menegakkan peraturan di wilayahnya.

Sebagai pemangku kebijakan di tingkat desa, kepala desa seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian sumber daya alam dan mencegah praktik-praktik yang dapat merusak ekosistem.

Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap pejabat pemerintah memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Kelalaian dalam menjalankan kewajiban ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi bahkan pidana.

Masyarakat setempat berharap kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas tambang dan meningkatkan akuntabilitas pemimpin lokal dalam pengelolaan lingkungan.

Proses hukum terhadap kedua kepala desa ini akan menjadi ujian penting bagi penegakan hukum lingkungan di tingkat daerah.

Pemilik Showroom Mobil di Tulungagung Diduga Tampung Material Tambang Ilegal

IDPOST.ID – Dunia usaha otomotif di Tulungagung tercoreng oleh dugaan keterlibatan pemiliknya dalam praktik tambang ilegal.

Seorang konglomerat pemilik showroom mobil bekas (mokas) yang sangat terkenal di media sosial kini menghadapi gugatan hukum serius dari Komunitas Pegiat Lingkungan Lush Green Indonesia (LGI).

Ia diduga menjadi penampung utama material tambang galian C ilegal yang beroperasi di wilayah Kecamatan Bandung dan Besuki.

Dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) bernomor 86/Pdt.G/2025/PN Tlg yang dilayangkan Kamis (4/9/2025), terungkap fakta mencengangkan.

Pria berinisial S, pemilik showroom K-C, diduga melakukan kegiatan pengurukan lahan besar-besaran untuk pembangunan fasilitas pribadi pendukung usahanya.

Material tanah urug yang digunakan diduga kuat bersumber dari aktivitas tambang ilegal yang tidak memiliki izin resmi.

“Tergugat 1 dinilai telah melakukan kegiatan pengurukan lahan dimana rencana diduga untuk dijadikan tempat fasilitas umum pribadi sebagai sarana pendukung usahanya, namun bahan material tanah urug dinilai membeli dari hasil tambang yang kami asumsi ilegal,” bunyi cuplikan gugatan.

Aktivitas ini melanggar Pasal 161 Undang-Undang No 2 Tahun 2025 tentang perubahan atas UU Minerba. Pasal ini secara khusus mengatur sanksi bagi pihak yang memanfaatkan atau menampung hasil tambang ilegal. Ancaman hukumannya sangat berat: pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda mencapai Rp 10 miliar.

Terkait hal ini, Direktur KHYI sekaligus Penasihat Hukum LGI, Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M., menegaskan bahwa gugatan ini merupakan upaya serius untuk menertibkan praktik illegal mining yang selama ini merugikan negara dan merusak lingkungan.

“Untuk inisial S owner mobil dan motor bekas sebagai pemanfaat atau menampung diasumsikan juga melanggar Undang-undang Minerba,” tegas Tito.

Kasus ini menjadi perhatian khusus karena melibatkan figur publik lokal yang memiliki pengaruh dan jaringan luas. Masyarakat kini menunggu proses hukum selanjutnya dan respons dari pihak tergugat terhadap berbagai dugaan yang dilayangkan.

Wabup Purworejo Hadiri Maulid Nabi, Harap Masyarakat Jadi Pribadi Lebih Baik

IDPOST.ID – Wakil Bupati Purworejo Dion Agasi Setiabudi SIKom MSi menghadiri pengajian dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Polomarto, Kecamatan Butuh.

Pada momentum Maulid Nabi Muhammad SAW ini, Wabup mengajak untuk kembali mempererat silaturahmi dan kebersamaan di tengah gejolak kerusuhan di berbagai daerah di Indonesia. Jumat, 05/09/25/

“Ketika kita melihat banyak daerah yang agak rusuh atau kurang kondusif, alhamdulillah Kabupaten Purworejo tetap adem ayem, karena masyarakatnya luar biasa,” kata Dion.

Dion berharap agar warga masyarakat Purworejo tetap guyub rukun. Melalui momen ini ia, berharap masyarakat dapat mengambil ilmu-ilmu baik yang disampaikan dalam tausiah penceramah.

“Semoga setelah dari kegiatan ini kita semua menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dion menyampaikan, berkat kebersamaan seluruh elemen mulai dari camat, lurah, tokoh masyarakat serta utamanya masyarakat, mampu meredam gejolak yang timbul, sehingga terwujud Purworejo yang kondusif,”pungkasnya.

Muhamad Nurkholis, Kader Muda yang Siap Menjawab Tantangan Zaman untuk PMII Blitar

IDPOST.ID – Menjelang Konferensi Cabang PMII Blitar pada 6 September 2025, sosok Muhamad Nurkholis mencuat sebagai salah satu kandidat kuat Ketua Cabang. Lahir di Blitar pada 13 Januari 2000, ia dikenal sebagai kader muda yang berani, progresif, dan konsisten mengawal pergerakan sejak di tingkat rayon hingga cabang.

Nurkholis mengawali perjalanannya di Rayon El Freire sebagai salah satu founder, lalu aktif di Komisariat UNU Blitar, hingga akhirnya berproses di PC PMII Blitar. Ia menempuh tahapan kaderisasi lengkap mulai dari MAPABA 2018, PKD I UNU Blitar 2020, hingga PKL I PC PMII Blitar 2022.

Tak hanya matang secara struktural, Nurkholis juga aktif di berbagai medan pergerakan. Ia kerap menjadi motor aksi demonstrasi mahasiswa Blitar dalam menyuarakan aspirasi rakyat di depan DPR. Bagi Nurkholis, peran PMII bukan hanya mengawal kaderisasi, tetapi juga hadir sebagai kontrol sosial yang konstruktif.

Selain turun ke jalan, Nurkholis menunjukkan kiprah intelektualnya. Ia pernah menjadi moderator diskusi bersama Rocky Gerung, hingga menjadi penggerak kegiatan musik dengan menghadirkan Tanasaghar, aktivis advokasi di berbagai wilayah konflik. Pada saat yang sama, ia juga tercatat sebagai Duta Kampus UNU Blitar angkatan pertama, bukti pengakuan terhadap kapasitasnya di ranah akademik.

Di luar PMII, Nurkholis memegang amanah sosial sebagai Wakil Ketua Karang Taruna Widya Mandala Bacem dan Ketua Rijalul Ansor Bacem. Jejak ini memperlihatkan komitmennya untuk membangun masyarakat Blitar dari berbagai lini.

Dengan visi menjadikan PMII Blitar sebagai ruang kaderisasi pemimpin muda berintegritas, kritis, dan berperan aktif dalam kehidupan sosial, Nurkholis optimis dapat menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks.

“PMII harus menjadi ruang lahirnya pemimpin muda yang berani bersuara, berpihak pada rakyat, sekaligus siap menghadapi perubahan zaman,” ungkapnya.

Dengan rekam jejak tersebut, Nurkholis diyakini mampu membawa PMII Blitar menjadi organisasi yang lebih adaptif, progresif, dan berdampak nyata bagi masyarakat.