Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

Disebut Bisnis BPKB Bodong, K-Cunk Motor Tulungagung Jelaskan Soal Aktivitas Urug Tanah

×

Disebut Bisnis BPKB Bodong, K-Cunk Motor Tulungagung Jelaskan Soal Aktivitas Urug Tanah

Sebarkan artikel ini
Disebut Bisnis BPKB Bodong, K-Cunk Motor Tulungagung Jelaskan Soal Aktivitas Urug Tanah

IDPOST.ID – Pemilik showroom mobil UD. K-Cunk Motor, Suryono Hadi Pranoto, angkat bicara menanggapi tuduhan yang menyangkut pautkan namanya dengan praktik bisnis mobil ilegal dan aktivitas galian C di Tulungagung.

Bantahan ini disampaikannya secara terbuka melalui sebuah video yang di unggahnya di akun TikTok.

Suryono dengan tegas membantah tuduhan bahwa bisnisnya melakukan praktik “BPKB ditindih” atau menerbitkan “BPKB bodong”. Tuduhan ini disebutnya sebagai fitnah yang merusak reputasi dan kepercayaan yang telah dibangunnya selama ini.

“Saya sebenarnya tidak begitu marah ketika sampean menyebut sebagian usaha saya ini BPKB-nya ditindih maupun BPKB bodong,” ujarnya, meski kemudian menjelaskan bahwa hal itulah yang menjadi pemicu awal perselisihan.

Selain itu, ia juga memberikan penjelasan panjang lebar mengenai aktivitas pengurukan tanah (urug) yang dituding sebagai aktivitas galian C. Suryono menyatakan bahwa lahan yang dimilikinya sering mengalami banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut dan mempersiapkan pembangunan, ia memutuskan untuk menaikkan permukaan tanahnya.

“Terkait galian C. Saya disitu beli tanah, saya tinggikan urukannya karena disitu sering terjadi banjir. Kenapa disitu saya tinggikan karena disitu saya ingin mendirikan masjid dan showroom,” jelasnya.

Sebelumnya Lush Green Indonesia (LGI) mengajukan gugatan hukum terhadap Suryono Hadi Pranoto atau owner K-cunk Motor Tulungagung sebagai penadah diduga hasil tambang ilegal.

Selain itu LGI menyebut kalau gugatanya sebagai sinyal kuat bagi seluruh mata rantai bisnis galian C illegal, dari penambang, kepala desa, hingga penampung.

Helmi Rizal menegaskan bahwa para pelaku usaha, terutama yang memanfaatkan material illegal untuk pembangunan, tidak bisa lagi mengabaikan dampak ekologis dari aktivitasnya.

“Gugatan PMH ini tidak bisa dianggap remeh dan merupakan suatu sinyal kuat bahwa pelaku usaha tidak bisa lagi mengabaikan dampak ekologis dari aktivitas yang dinilai melanggar hukum,” tegas Helmi.