IDPOST.ID – Pemerintah kembali memberikan relaksasi kepada pemerintah daerah (pemda) untuk menyelenggarakan rapat dan pertemuan di hotel.
Kebijakan ini ditujukan untuk mengatasi penurunan kinerja sektor perhotelan serta mempercepat realisasi anggaran daerah yang selama ini belum optimal.
Pengamat kebijakan publik, Jerry Massie, menyatakan bahwa pelonggaran kebijakan ini sangat diperlukan dan tidak menimbulkan masalah.
Ia mencontohkan kondisi hotel di Jawa Barat yang hampir tutup akibat pembatasan sebelumnya.
“Banyak hotel yang hampir sekarat akan ditutup karena efisiensi anggaran yang memotong biaya rapat dan akomodasi pejabat negara,” ujar Jerry.
Dengan adanya anggaran sekitar Rp9,3 juta untuk Menteri menginap di hotel, para pelaku usaha hotel dan karyawan pun mulai merasa lega.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya mengungkapkan bahwa keputusan ini didasari data Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang menunjukkan realisasi belanja pemda masih belum mencapai target.
Selain itu, data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga mencatat penurunan signifikan dalam tingkat hunian hotel dan frekuensi kegiatan akibat larangan rapat di hotel.
Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor yang terdampak, termasuk katering dan transportasi.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan relaksasi ini bertujuan mendorong perputaran ekonomi lokal, meningkatkan serapan anggaran pemerintah daerah, dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah.
Meski demikian, pelaksanaan kegiatan harus selektif dengan mempertimbangkan substansi dan frekuensi rapat. Kepala daerah diharapkan bijak dalam menetapkan prioritas pengeluaran anggaran.
Kebijakan ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan yang melihatnya sebagai langkah strategis untuk menjaga keberlangsungan usaha hotel dan mencegah gelombang PHK, sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi daerah di tengah tantangan keuangan saat ini.