IDPOST.ID – Seorang pemilik showroom mobil bekas (mokas) ternama di Tulungagung, Jawa Timur, dilaporkan ke pengadilan diduga memanfaatkan material tanah uruk yang bersumber dari aktivitas tambang galian C ilegal.

Suryono Hadi Pranoto, pemilik UD. K-Cunk Motor diduga digunakan untuk pengurukan lahan proyek fasilitas pribadi pendukung bisnisnya.

Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) diajukan oleh Komunitas Pegiat Lingkungan Lush Green Indonesia (LGI) ke Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung pada Kamis (4/9/2025).

Dalam dokumen gugatan yang diterima Kompas.com, terungkap bahwa pihak yang digugat, berinisial S dan pemilik usaha showroom berinisial K C di Kecamatan Bandung, diduga kuat bertindak sebagai penampung dan pemanfaat hasil tambang ilegal.

“Tergugat I dinilai telah melakukan kegiatan pengurukan lahan dimana rencana diduga untuk dijadikan tempat fasilitas umum pribadi sebagai sarana pendukung usahanya. Namun, bahan material tanah uruk dinilai membeli dari hasil tambang yang kami asumsi ilegal,” bunyi salah satu point dalam gugatan tersebut.

Aktivitasnya ini melanggar Undang-Undang No. 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Pertambangan Mineral dan Batubara. Atas perannya sebagai pemanfaat, terancam hukuman yang sangat berat, yakni pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar.

Selain konglomerat mobil bekas tersebut, gugatan juga menjerat dua kepala desa, yaitu Kades Nglampir (Kecamatan Bandung) dan Kades Keboireng (Kecamatan Besuki). Keduanya dinilai melakukan pembiaran sehingga aktivitas tambang ilegal yang menjadi sumber material uruk tersebut bisa beroperasi di wilayahnya.

Penasihat hukum LGI, Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M., membenarkan gugatan telah terdaftar dengan nomor perkara 86/Pdt.G/2025/PN Tlg. Ia berharap agar pengadilan segera menjadwalkan pemeriksaan setempat (descente) untuk membuktikan dugaan tersebut.

“Ya, berharap segera dijadwalkan descente ke 3 lokasi yang kami cantumkan dalam gugatan PMH, termasuk lokasi pemanfaatan hasil tambang,” tandas Tito, Kamis.

Langkah hukum ini menyoroti praktik rantai pasok tambang ilegal yang tidak hanya melibatkan penambang, tetapi juga pihak-pihak yang memanfaatkan materialnya. Gugatan ini menjadi penting untuk memutus mata rantai ekonomi dari aktivitas tambang yang merusak lingkungan tersebut.