IDPOST.ID – Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan Komunitas Lush Green Indonesia (LGI) ke Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung menyasar tiga pihak dengan pasal yang berbeda. Gugatan ini mengangkat dugaan tambang ilegal dan kerusakan lingkungan di Kecamatan Bandung dan Besuki.
Berdasarkan dokumen gugatan nomor perkara 86/Pdt.G/2025/PN Tlg yang diterima, berikut adalah rincian pasal yang dikenakan kepada masing-masing tergugat:
1. Tergugat I: Inisial S (Owner Showroom “K-C”)
- Peran: Diduga sebagai penampung atau pemanfaat material galian C ilegal untuk pengurukan lahan fasilitas usahanya.
- Pasal yang Dikenakan: Pasal 161 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
- Ancaman Hukum: Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
2. Tergugat II: Kepala Desa Keboireng, Kecamatan Besuki
- Peran: Sebagai pemangku wilayah yang dinilai membiarkan terjadinya kegiatan penambangan ilegal dan kerusakan lingkungan di daerahnya.
- Pasal yang Dikenakan: Pasal 158 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
- Ancaman Hukum: Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah). Gugatan juga menyertakan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU Kehutanan jika lahannya termasuk area Perhutani.
3. Tergugat III: Kepala Desa Nglampir, Kecamatan Bandung
- Peran: Sama dengan Tergugat II, dinilai membiarkan aktivitas tambang ilegal di wilayahnya.
- Pasal yang Dikenakan: Pasal 158 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
- Ancaman Hukum: Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), serta kemungkinan dikenai UU Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktur KHYI, Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M., selaku penasihat hukum LGI, menegaskan bahwa gugatan ini berlandaskan pada dua UU utama, yaitu UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 2/2025 tentang Minerba.
“Untuk inisial S sebagai pemanfaat atau penampung diasumsikan melanggar UU Minerba Pasal 161. Sementara untuk kedua kades, pembiaran mereka menyebabkan perusakan lingkungan dan kegiatan tambang ilegal, yang melanggar Pasal 158 UU yang sama,” jelas Tito, Kamis (4/9/2025).
Perbedaan ancaman hukuman yang signifikan, yaitu denda Rp10 miliar untuk penampung dan Rp 100 miliar untuk yang membiarkan tambang ilegal, menunjukkan seriusnya negara menangani masalah ini dari hulu ke hilir.
Gugatan ini menandai eskalasi penegakan hukum lingkungan, di mana bukan hanya penambang langsung yang dituntut, tetapi seluruh rantai pasok dan pihak yang dianggap lalai menjaga wilayahnya.