IDPOST.CO.ID – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan sebuah lembaga independen yang memiliki tugas utama untuk mengawasi dan menegakkan kode etik bagi para penyelenggara pemilu di Indonesia. Pembentukan DKPP didasarkan pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, yang kemudian diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Peran DKPP sangat krusial dalam menjaga integritas serta kepercayaan publik terhadap proses pemilu. Dengan menegakkan norma-norma etika, DKPP berupaya mencegah terjadinya pelanggaran dan kecurangan yang dapat merusak kualitas penyelenggaraan pemilu.
Dasar Hukum dan Sifat Putusan DKPP
Putusan yang dikeluarkan oleh DKPP bersifat final dan mengikat, artinya keputusan tersebut tidak dapat diajukan banding atau gugatan ke pengadilan dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak terkait. Ketentuan ini telah berlaku sejak DKPP didirikan pada tahun 2011 dan diperkuat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XI/2013. Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa putusan DKPP mengikat Presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat pusat maupun daerah, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 kembali menegaskan hal ini dalam Pasal 458 ayat (10), yang menyatakan bahwa putusan DKPP bersifat mengikat dan final.
Proses Pengambilan Keputusan di DKPP
Dalam menangani pengaduan pelanggaran kode etik, DKPP menjalankan beberapa tahapan sebagai berikut:
- Melakukan penelitian dan verifikasi terhadap pengaduan yang masuk.
- Memberikan kesempatan kepada terlapor untuk memberikan pembelaan diri serta memanggil saksi-saksi untuk memberikan keterangan.
- Mempertimbangkan seluruh bukti yang telah dikumpulkan.
- Mengadakan rapat pleno untuk menentukan putusan, yang dapat berupa sanksi atau rehabilitasi.
- Menjatuhkan sanksi yang beragam, mulai dari teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.
- Menetapkan bahwa putusan tersebut bersifat final dan wajib dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu.
Tugas dan Wewenang DKPP
Mengacu pada Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Pemilu, DKPP memiliki tugas utama menerima laporan atau pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu, serta melakukan penyelidikan dan pemeriksaan atas laporan tersebut.
Selain itu, DKPP berwenang untuk:
- Memanggil penyelenggara pemilu yang diduga melanggar kode etik guna memberikan penjelasan dan pembelaan.
- Memanggil pelapor, saksi, atau pihak lain yang terkait untuk memberikan keterangan dan menyerahkan dokumen atau bukti.
- Memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik.
- Mengambil keputusan atas pelanggaran kode etik sesuai dengan Pasal 159 ayat (2).
Dalam menjalankan tugasnya, DKPP wajib menerapkan prinsip keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan transparansi. Lembaga ini juga harus menegakkan norma etika yang berlaku, bersikap netral tanpa memanfaatkan kasus untuk kepentingan pribadi, serta menyampaikan putusan kepada pihak terkait agar dapat ditindaklanjuti (Pasal 159 ayat (3)).
Komposisi Anggota DKPP
DKPP terdiri dari tujuh anggota yang berasal dari berbagai unsur, yaitu satu orang dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), satu orang dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lima orang berasal dari tokoh masyarakat yang memiliki integritas tinggi.
Sejak didirikan, DKPP telah memasuki periode ketiga masa jabatannya. Periode pertama berlangsung dari 2012 hingga 2017, periode kedua dari 2017 hingga 2022, dan periode ketiga dimulai pada tahun 2022 hingga 2027. Pada tanggal 7 September 2022, Presiden Joko Widodo melantik anggota DKPP untuk periode terbaru ini.
Berikut adalah nama-nama anggota DKPP periode 2022-2027:
- I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi
- Ratna Dewi Pettalolo
- Muhammad Tio Aliansyah
- Heddy Lugito
- J Kristiadi
Para anggota ini bertugas selama lima tahun ke depan untuk mengawasi pelaksanaan pemilu di Indonesia serta menjaga integritas para penyelenggara pemilu agar proses demokrasi berjalan dengan adil dan transparan.