Dinas Pusdataru Jawa Tengah mengucurkan anggaran Rp 3,5 miliar untuk rehabilitasi. Pekerjaan difokuskan pada perbaikan selimut Bendung Ketaon, lining saluran induk Loning, penanganan kebocoran, hingga perbaikan sedimentasi.
Fakta Mengejutkan Saat Saluran Dikeringkan
Namun, masalah tak cuma soal kerusakan fisik. Saat proses pengeringan saluran untuk rehab dilakukan, terkuaklah fakta mengejutkan: terdapat lebih dari 120 titik pipa liar yang menyedot air untuk dialirkan ke kolam-kolam ikan milik warga.
“Sekitar 70 titik di antaranya berada di saluran Kragilan sepanjang 14 km. Banyak pipa liar yang dipasang bahkan di tengah saluran. Ini jelas merugikan petani sawah,” tegas Fredi.
Seluruh titik ilegal tersebut langsung ditutup permanen dengan semen dan batu.
Masalah Klasik: Petani Hulu ‘Serakah’ dan Pengawasan Lemah
Selain pencurian air, masalah lain yang mengemuka adalah lemahnya fungsi pengawasan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Fredi menyoroti masalah klasik di mana petani di bagian hulu sering membuka pintu air secara sepihak.
“Ini masalah klasik. Petani hulu ingin menang sendiri. Padahal sudah kita tata, besoknya berubah lagi. Kalau tidak ada kawalan air, sulit tercapai distribusi yang adil,” ujarnya.
Ketidakpatuhan terhadap pola tanam yang telah diatur dalam SK Bupati juga turut memperparah ketimpangan distribusi air.
