IDPOST.ID – Keluhan dan tuntutan membeludak dari pedagang Pasar Kacangan, Boyolali, menyusul memberatnya beban retribusi yang diatur dalam Perda Nomor 16 Tahun 2023.
Perkumpulan Pedagang Pasar Rakyat (P3R) Kacangan secara resmi mendesak Bupati Boyolali merevisi aturan tersebut, menyoroti penurunan daya beli yang kian parah dan ancaman matinya pasar tradisional .
Tuntutan Pengurangan 50% dan Mekanisme Harian
Ketua P3R Kacangan, Kamtar, menegaskan hasil rapat bersama koordinator pedagang, Koppaska, tim keamanan, dan UPT Pasar pada 11 Juni 2025. Mereka menuntut dua perubahan mendesak:
- Retribusi kios dipotong 50% dari ketentuan Perda atau dikembalikan ke aturan lama.
- Penarikan retribusi harian, bukan bulanan, mengingat ketidakpastian pendapatan pedagang.
“Kondisi pasar tradisional mulai ditinggalkan pembeli. Pedagang hanya sanggup buka saat hari pasaran Pahing karena sepi pembeli,” ujar Kamtar, Jumat (27/6/2025).
Daya Beli Anjlok, Kios Berjatuhan Tutup
Maraknya jual-beli online dan offline di luar pasar disebut sebagai pemicu utama penurunan drastis kunjungan pembeli.
Akibatnya, puluhan kios dan los terpaksa tutup lantaran pedagang tak sanggup menanggung biaya operasional.
“Daya beli menurun drastis. Banyak rekan hanya bertahan pas hari Pahing, selebihnya merana,” tambah Kamtar.
Penataan Zona Dagang dan Subsidi Pemerintah
Selain revisi retribusi, P3R mengusulkan relokasi pedagang berdasarkan zona dan jenis barang untuk meningkatkan kenyamanan pembeli.
Mereka juga meminta pemerintah pusat, provinsi, dan daerah memberikan subsidi khusus sebagai langkah penyelamatan pasar tradisional.
“Tanpa intervensi konkret, Pasar Kacangan akan ditinggalkan penjual dan pembeli,” tegas Kamtar.
Ironi Kebijakan vs Realitas
Tuntutan ini berbanding terbalik dengan upaya Pemkab Boyolali menerapkan sistem e-retribusi di pasar tradisional lain, seperti Pasar Sambi.
Pada 2019, Disdagperin Boyolali bersama Bank Jateng memperkenalkan pembayaran retribusi harian berbasis kartu elektronik yang lebih fleksibel: pedagang hanya bayar Rp1.400/hari saat buka, dan bebas retribusi jika tutup.
Namun, kebijakan progresif ini belum menyentuh Pasar Kacangan, memperlebar kesenjangan penanganan masalah.
Ancaman Kolaps Pasar Tradisional
P3R memperingatkan bahwa pembiaran atas tuntutan ini akan mempercepat kematian Pasar Kacangan. Padahal, pasar tradisional merupakan tulang punggung ekonomi masyarakat kecil.
“Jika tidak ada revisi Perda dan subsidi, kami hanya menunggu waktu tutup permanen,” pungkas Kamtar.