Oknum Polisi di Banyumas Diduga Terlibat Pemerasan Hingga Uang Rp25 Juta

IDPOST.ID – Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan oknum anggota polisi berinisial K dan makelar kasus berinisial D terhadap Dewi, warga Kecamatan Sumbang, Banyumas, akhirnya diselesaikan melalui jalur mediasi.

Kedua belah pihak mencapai kesepakatan damai dengan pengembalian uang senilai Rp25 juta kepada korban.

Mediasi ini berlangsung di Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto pada Selasa (26/8/2025), dipimpin oleh Kuasa Hukum korban, Djoko Susanto.

Pertemuan tersebut menegaskan komitmen para terduga pelaku untuk mengembalikan seluruh dana yang telah diterima pada Jumat (29/8/2025).

Djoko Susanto menjelaskan, dengan tercapainya kesepakatan ini, kasus yang sebelumnya dilaporkan Dewi pada Senin (25/8/2025) ke Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto dianggap selesai secara kekeluargaan.

“Klien kami sudah mendapatkan kejelasan dan komitmen dari pihak terduga pelaku untuk mengembalikan dana yang telah diserahkan. Karena itu, kami anggap kasus ini selesai dan tidak akan dilanjutkan ke ranah hukum,” tegas Djoko.

Kasus ini bermula dari laporan Dewi yang merasa diperas oleh dua individu yang mengaku dapat membantu menyelesaikan masalah hukum suaminya, menyoroti pentingnya jalur mediasi dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Oknum Polisi di Banyumas Diduga Terlibat Pemerasan Rp25 Juta

IDPOST.ID – Kasus dugaan pemerasan yang menimpa Dewi, warga Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, berakhir damai.

Dua terduga pelaku salah satunya merupakan oknum polisi berinisial K dan makelar kasus berinisial D, sepakat mengembalikan uang Rp25 juta kepada korban.

Kesepakatan ini dicapai setelah mediasi di Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto pada Selasa (26/8/2025).

Mediasi yang dipimpin oleh Kuasa Hukum korban, Djoko Susanto menghasilkan komitmen dari para pelaku untuk mengembalikan seluruh uang pada Jumat (29/8/2025).

Dengan adanya kesepakatan ini, kuasa hukum menyatakan kasus tersebut selesai secara kekeluargaan dan tidak akan dilanjutkan ke ranah hukum.

“Saat ini klien kami sudah mendapatkan kejelasan dan komitmen dari pihak terduga pelaku untuk mengembalikan dana yang telah diserahkan. Karena itu, kami anggap kasus ini selesai,” ujar Djoko Susanto.

Sebelumnya, Dewi melaporkan dugaan pemerasan ini pada Senin (25/8/2025) ke Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto. Dewi mengaku diperas oleh dua orang yang menjanjikan bantuan penyelesaian perkara hukum suaminya.

Ditinggal Setelah Punya Anak, Ibu di Banyumas Tuntut Ganti Rugi Rp 1 Miliar atas Janji Nikah Palsu

IDPOST.ID – Sebuah kasus ingkar janji pernikahan yang melibatkan seorang ibu berinisial Nur (41) dan kekasihnya, R (44), kini bergulir ke ranah hukum.

Nur, warga Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melalui kuasa hukumnya, menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 1 miliar kepada R, seorang pegawai honorer di Kantor Pusat Administrasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

Kasus ini bermula dari hubungan asmara yang telah terjalin selama sembilan tahun antara Nur dan R.

Selama kurun waktu tersebut, R berulang kali menjanjikan pernikahan kepada Nur. Namun, janji manis itu tak pernah terwujud, bahkan setelah keduanya dikaruniai seorang anak laki-laki yang kini berusia lima tahun.

“Sejak awal dia berjanji akan menikahi saya, tapi sampai sekarang tidak pernah ditepati. Saya sudah punya anak, tapi tetap ditinggalkan,” ungkap Nur dengan nada pilu saat mendatangi Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto untuk meminta pendampingan hukum pada Selasa (26/08/2025).

Nur juga membeberkan bahwa selama menjalin hubungan, ia kerap menanggung beban finansial R. Hal ini menambah daftar kekecewaan Nur terhadap pria yang telah memberinya seorang anak tersebut.

Menanggapi aduan kliennya, Djoko Susanto, kuasa hukum dari Klinik Hukum Peradi SAI, menyatakan bahwa kasus ini tergolong wanprestasi.

Pihaknya akan segera melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banyumas.

“Kami akan menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 1 miliar. Gugatan ini mencakup biaya hidup klien kami dan anaknya, termasuk kebutuhan pendidikan anak ke depan,” jelas Djoko.

Djoko berharap, gugatan ini tidak hanya memberikan keadilan bagi Nur dan anaknya, tetapi juga menjadi peringatan bagi masyarakat luas untuk lebih berhati-hati dalam menjalin komitmen, terutama yang berkaitan dengan janji pernikahan dan implikasi hukumnya.

Cegah Pernikahan Dini, Mahasiswa KKN UIN Alauddin Makassar Edukasi Pelajar SMAN 3 Pangkep

IDPOST.ID – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari UIN Alauddin Makassar menggelar seminar untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya pernikahan dini di kalangan pelajar.

Kegiatan yang menargetkan siswa-siswi SMAN 3 Pangkep ini digelar di Kelurahan Samalewa, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Rabu 27 Agustus 2025.

Seminar ini merupakan program kerja utama dari mahasiswa KKN Angkatan 77 Posko 1 UIN Alauddin Makassar.

Dengen mengusung tema “Remaja Cerdas, Tunda Pernikahan Dini Demi Masa Depan yang Lebih Baik”, semnar tersebut terselenggara atas kolaborasi dengan pihak puskesmas setempat dan Kantor Urusan Agama (KUA).

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman mendalam kepada para siswa mengenai berbagai risiko pernikahan dini, terutama dari perspektif kesehatan bagi remaja di bawah umur.

Untuk memastikan materi tersampaikan dengan baik, para mahasiswa mendatangkan narasumber yang ahli di bidangnya.

Lurah Samalewa, Muh Tawaf, yang turut hadir dalam acara tersebut, memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif mahasiswa.

Ia menyoroti pentingnya peran semua pihak dalam melindungi anak-anak dari dampak buruk pernikahan dini.

“Mari kita bersama-sama cegah pernikahan dini dengan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucapnya.

Melalui program ini, mahasiswa KKN berharap dapat menumbuhkan kesadaran di kalangan pelajar mengenai urgensi menjaga kesehatan reproduksi, menunda pernikahan hingga usia matang, dan menghindari pergaulan bebas.

Kisah Nur di Banyumas: 9 Tahun Menanti Janji Nikah, Berujung Gugatan Rp 1 Miliar

IDPOST.ID – Sembilan tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah penantian. Itulah yang dialami Nur (41), seorang ibu asal Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, yang kini harus menempuh jalur hukum demi mencari keadilan.

Nur menggugat mantan kekasihnya, R (44), seorang honorer di Kantor Pusat Administrasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, atas dugaan wanprestasi janji pernikahan.

Kasus ini mencuat setelah Nur mendatangi Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto pada Selasa (26/08/2025).

Dengan nada getir, Nur menceritakan bagaimana R berulang kali mengumbar janji akan menikahinya, namun tak pernah terealisasi.

Ironisnya, dari hubungan asmara yang terjalin sejak 2016 itu, mereka telah memiliki seorang putra berusia lima tahun.

“Dia janji akan menikahi saya sejak awal, tapi sampai sekarang tidak pernah ditepati. Saya sudah punya anak, tapi tetap ditinggalkan,” tutur Nur, yang selama ini juga mengaku banyak menanggung kebutuhan hidup R.

Menanggapi aduan ini, H. Djoko Susanto, SH, kuasa hukum dari Klinik Hukum Peradi SAI, menegaskan bahwa pihaknya akan segera melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banyumas.

“Ini jelas wanprestasi, ingkar janji. Kami akan menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 1 miliar,” kata Djoko.

Gugatan senilai Rp 1 miliar tersebut, lanjut Djoko, mencakup seluruh biaya hidup Nur dan anaknya, termasuk jaminan pendidikan sang anak di masa depan.

Djoko berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat agar lebih waspada dalam menjalin hubungan yang memiliki konsekuensi hukum.

Janji Nikah Tak Ditepati, Ibu Asal Banyumas Gugat Ganti Rugi Rp 1 Miliar

IDPOST.ID – Seorang ibu berinisial Nur (41) asal Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melayangkan gugatan perdata senilai Rp 1 miliar.

Gugatan ini diajukan setelah janji pernikahan yang diberikan oleh kekasihnya, R (44), seorang pegawai honorer di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, tak kunjung ditepati selama sembilan tahun hubungan mereka.

Dari hubungan tersebut, Nur dan R telah dikaruniai seorang anak laki-laki berusia lima tahun.

Nur mengungkapkan kekecewaannya saat meminta pendampingan hukum di Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto pada Selasa (26/08/2025).

“Sejak awal dia berjanji akan menikahi saya, tapi sampai sekarang tidak pernah ditepati. Saya sudah punya anak, tapi tetap ditinggalkan,” ujar Nur.

Selama sembilan tahun menjalin hubungan, Nur mengaku lebih banyak menanggung kebutuhan hidup R.

Janji pernikahan yang berulang kali diucapkan R, warga Desa Kaliputih, Kecamatan Purwojati, tak pernah terealisasi, bahkan setelah kehadiran anak mereka.

Menanggapi kasus ini, kuasa hukum dari Klinik Hukum Peradi SAI, H. Djoko Susanto, SH, menyatakan bahwa persoalan ini termasuk dalam kategori wanprestasi atau ingkar janji. Pihaknya tengah mempersiapkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banyumas.

“Kami akan menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 1 miliar. Gugatan ini mencakup biaya hidup klien kami dan anaknya, termasuk kebutuhan pendidikan anak ke depan,” tegas Djoko.

Ia berharap gugatan ini dapat memberikan keadilan bagi kliennya serta menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan yang berimplikasi hukum.

BPS Klaim Tak Ubah Metode Penghitungan Pertumbuhan Ekonomi, Hanya Gunakan Data Lebih Lengkap

IDPOST.ID – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menanggapi berbagai sorotan dan keraguan terkait data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen.

Amalia menegaskan bahwa BPS tidak melakukan perubahan metode penghitungan pertumbuhan ekonomi.

Dalam pernyataannya pada Selasa (19/8/2025), Amalia menjelaskan bahwa angka pertumbuhan yang dirilis BPS didasarkan pada penggunaan data yang lebih lengkap.

Kelengkapan data inilah yang, menurutnya, berkontribusi pada peningkatan kualitas dan akurasi penghitungan.

“Sehingga kualitas penghitungan makin baik dan akurat,” ujar Amalia.

Penjelasan ini disampaikan di tengah derasnya kritik dari sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi X DPR RI dan Center of Economic and Law Studies (Celios).

Sebelumnya, Celios bahkan meminta Badan Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengaudit data pertumbuhan ekonomi BPS karena dinilai tidak sesuai dengan kondisi riil perekonomian.

Amalia tidak merinci data tambahan apa saja yang digunakan BPS dalam penghitungan terbarunya.

Namun, ia menekankan bahwa komitmen BPS adalah untuk menyajikan data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan, sesuai dengan standar metodologi yang berlaku.

Celios Minta PBB Audit Data Pertumbuhan Ekonomi BPS: Indikasi Perbedaan dengan Kondisi Riil

IDPOST.ID – Center of Economic and Law Studies (Celios) secara resmi meminta Badan Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengaudit data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Permintaan ini didasari oleh indikasi perbedaan mencolok antara angka pertumbuhan 5,12 persen dengan kondisi riil perekonomian yang dirasakan masyarakat.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menjelaskan bahwa surat permohonan penyelidikan telah disampaikan kepada lembaga statistik PBB, yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.

Tujuan utama dari audit ini adalah untuk menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini menjadi rujukan penting bagi berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha, termasuk UMKM, dan masyarakat umum.

“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2025 yang sebesar 5,12 persen year on year,” ujar Bhima dalam keterangan resmi pada Jumat (8/8/2025).

Menurut Celios, transparansi dan akurasi data BPS sangat krusial mengingat dampaknya yang luas terhadap pengambilan kebijakan dan kepercayaan publik. Perbedaan antara data statistik dan realitas lapangan menimbulkan kekhawatiran akan validitas informasi yang disajikan.

Langkah Celios ini menambah daftar panjang pihak-pihak yang mempertanyakan data pertumbuhan ekonomi BPS. Sebelumnya, sejumlah anggota Komisi X DPR RI juga telah menyuarakan keraguan serupa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala BPS.