IDPOST.ID – Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang merusak perbukitan di Kabupaten Tulungagung diduga berjalan secara sistematis dan terorganisir.
Investigasi yang dilakukan oleh pegiat lingkungan Lush Green Indonesia mengindikasikan adanya mata rantai yang menghubungkan para operator di lapangan dengan penampung di tingkat pengusaha.
Direktur Nasional Lush Green Indonesia, Iyan, memaparkan hasil pemetaan timnya yang menunjukkan pola kerja yang jelas. Di hulu, terdapat para penambang yang menggunakan alat berat untuk mengeruk material di lokasi tersembunyi seperti di Dusun Kedung Gundel, Desa Nglampir. Di hilir, berdiri seorang pengusaha yang siap menampung dan memanfaatkan hasil galian tersebut.
Fokus investigasi kini mengarah pada seorang pengusaha dealer mobil dan motor bekas di Desa Tulungrejo, Kecamatan Besuki. Sosok yang dikenal aktif di media sosial ini diduga kuat menjadi penampung utama tanah urug (galian C) ilegal.
“Kami sudah mengantongi keterangan warga dan melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Ada dugaan kuat bahwa material dari tambang ilegal ini disalurkan ke pemanfaat tertentu,” ujar Iyan, Sabtu (23/8/2025).
Keterlibatan pengusaha sebagai penampung menjadi kunci dari masifnya kerusakan. Tanpa adanya pasar yang jelas, aktivitas penambangan ilegal diyakini tidak akan berjalan dalam skala besar.
Hal ini menunjukkan adanya jaringan yang terstruktur, di mana ada pihak yang menyediakan alat, melakukan penambangan, dan ada pihak yang membeli hasilnya.
Lush Green Indonesia kini tengah mendalami lebih lanjut struktur jaringan ini. “Kami tidak akan berhenti pada pelaku di lapangan. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025, pihak yang menampung, memanfaatkan, bahkan mengangkut hasil tambang ilegal dapat dikenai sanksi yang lebih berat,” tegas Iyan.