IDPOST.ID – Dua unit industri tahu rumahan yang berlokasi di Desa Karangreja, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga, diduga telah melakukan pencemaran Sungai Punggawa akibat pembuangan limbah secara sembarangan.
Kondisi ini memicu keresahan warga setempat yang tidak tahan dengan bau menyengat yang muncul.
Sumber pencemaran tersebut berasal dari dua industri tahu perorangan yang beroperasi di RT 15 RW 24 dan RT 16 RW 08, di mana limbah cair dari aktivitas produksi dibuang langsung ke aliran Sungai Punggawa tanpa melalui proses pengolahan.
Menanggapi hal ini, masyarakat yang merasa dirugikan telah meminta pendampingan hukum kepada Klinik DPC Peradi SAI Purwokerto.
Menurut Kepala Dusun 5 Desa Karangreja, Mainah, pemerintah desa sudah melakukan peringatan berulang kali kepada para pemilik usaha tersebut, bahkan melibatkan pihak kecamatan.
Namun, upaya tersebut hanya memberikan efek sementara, dan perilaku pembuangan limbah kembali berlanjut.
“Pemerintah desa sudah kewalahan mengingatkan,” ujar Mainah.
Ketua DPC Peradi SAI Purwokerto, Joko Susanto menegaskan bahwa mereka akan segera mengirimkan surat somasi kepada kedua pemilik industri tahu tersebut.
Joko Susanto dikenal aktif dalam mengadvokasi berbagai isu lingkungan, konservasi, serta program peningkatan swasembada pangan di wilayah eks Karesidenan Banyumas.
Pada Minggu, 15 Juni 2025, Ia bersama Eddy Wahono, seorang pengamat lingkungan dan kebijakan publik, melakukan peninjauan langsung ke lokasi pencemaran di Desa Karangreja.
Joko menegaskan bahwa pencemaran sungai yang terjadi tidak boleh dibiarkan dan harus ditindaklanjuti secara hukum jika somasi yang dilayangkan diabaikan.
Eddy Wahono menyayangkan tindakan ceroboh dari pelaku industri yang sengaja mencemari Sungai Punggawa, anak sungai Ordo Klawing yang bermuara di Sungai Strategis Nasional Serayu, yang jumlahnya mencapai 96 anak sungai.
“Industri tahu perorangan ini wajib memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai,” tegas Eddy.
Lebih jauh, Eddy juga menerangkan bahwa tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 104, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara maksimal tiga tahun serta denda hingga Rp3 miliar.
Selain itu, pelaku juga melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air Pasal 68 (huruf a), yang mengatur sanksi pidana minimal enam bulan penjara dan denda minimal Rp1 miliar bagi pelaku yang merusak dan mencemari sumber daya air.
Temuan ini telah dilaporkan Eddy kepada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak Yogyakarta, sebagai pihak yang berwenang menindaklanjuti permasalahan tersebut.