IDPOST.ID – Venty, Direktur BUMDesma Jati Makmur, menyatakan keberatannya atas pemberhentian dirinya dalam Musyawarah Antar Desa (MAD) Khusus yang digelar di Kecamatan Jatilawang.
Ia mengaku tidak pernah melanggar aturan, namun tiba-tiba diberhentikan tanpa penjelasan yang jelas dan transparan.
“Saya cukup terkejut karena forum ini digelar tanpa koordinasi dengan BUMDesma dan alasan pencopotan saya tidak pernah dijelaskan secara rinci,” ujar Venty di hadapan peserta forum MAD Khusus, Selasa (18/6).
Menurut Venty, struktur kelembagaan BUMDesma tertuang dalam Pasal 9 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), yang terdiri atas tiga unsur: MAD, Dewan Penasihat, dan Pelaksana Operasional.
Setiap keputusan MAD harus mengacu pada aturan yang berlaku dan tidak dapat dilakukan secara sepihak. MAD Khusus yang berlangsung mengacu pada Pasal 11 AD/ART mengenai reorganisasi, namun prosesnya dipandang Venty tidak berdasarkan dasar objektif yang kuat.
“Pasal 11 hanya membolehkan pemberhentian direktur dalam beberapa kondisi seperti meninggal dunia, masa jabatan berakhir, tidak mampu menjalankan tugas, melanggar AD/ART, merugikan keuangan desa, atau terbukti bersalah secara hukum. Masa jabatan saya baru dua tahun dan saya masih memenuhi syarat,” jelasnya.
Venty juga memaparkan capaian kinerjanya selama menjabat, di mana dana hibah pemerintah sebesar Rp3,1 miliar berhasil dikelola hingga menjadi Rp22,8 miliar. Ia menegaskan bahwa persoalan tunggakan yang muncul merupakan akibat penyalahgunaan oleh oknum ketua kelompok yang kini tengah diproses hukum.
“Tidak semua kesalahan harus disalahkan kepada pelaksana operasional. Sistem kami melibatkan Dewan Penasihat dan Dewan Pengawas, dan jika ada masalah harus diselesaikan bersama,” katanya.
Sementara itu, perwakilan Dewan Penasihat BUMDesma Jati Makmur menyatakan tidak menemukan pelanggaran eksplisit oleh Venty, walaupun terdapat laporan kerugian sekitar Rp1,2 miliar yang mereka sebut termasuk kerugian keuangan negara.
Kuasa Hukum Venty, H. Djoko Susanto, menyatakan akan menggugat hasil MAD Khusus tersebut ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
Djoko juga menyoroti dugaan pungutan liar dalam proses MAD, yang akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Jawa Tengah.
“Proses MAD Khusus ini cacat prosedur dan merugikan klien kami. Kami akan menempuh jalur hukum melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan upaya administratif ke PTUN. Dugaan pungli juga akan kami laporkan ke KPK dan Krimsus Polda,” tegas Djoko.